Duduk sambil memeluk lutut, asalnya boleh. Namun ada satu kondisi yang tidak boleh.
Berikut hadits yang membicarakan hal ini disebutkan dalam kitab Riyadhus Sholihin dalam:
Bab 128. Bolehnya Tidur Terlentang Atas Tengkuk Leher, juga Meletakkan Salah Satu Kaki di Atas Kaki yang Lain Selama Tidak Khawatir Terbukanya Aurat, serta Boleh Duduk Bersila atau Sambil Memeluk Lutut
Hadits #822
وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِفِنَاءِ الكَعْبَةِ مُحْتَبِياً بِيَدَيْهِ هَكَذا ، وَوَصَفَ بِيَدَيْهِ الاحْتِبَاءَ ، وَهُوَ القُرْفُصَاءُ. رواه البخاري
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di halaman Ka’bah sambil duduk ihtiba’ yaitu duduk sambil memeluk lututnya dengan kedua tangannya.” Ibnu Umar menjelaskan dengan kedua tangannya cara duduk ihtiba’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu duduk qurfusha’ (duduk dengan lutut diangkat menempel perut, sambil memeluk lutut). (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 6272]
Hadits #823
وَعَنْ قَيْلَةَ بنْتِ مَخْرَمَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا ، قَالَتْ : رَأَيْتُ النَّبيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَهُوَ قَاعِدٌ القُرْفُصَاءَ ، فَلَمَّا رَأَيْتُ رسولَ الله المُتَخَشِّعَ في الجِلْسَةِ أُرْعِدْتُ مِنَ الفَرَقِ . رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِي
Dari Qailah binti Makhramah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang duduk qurfusha’ (sambil memeluk lutut). Setelah saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang amat tenang dalam duduknya itu, lalu saya berdebar-debar karena ketakutan-kalau-kalau ada sesuatu yang terjadi.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi) [HR. Abu Daud, no. 4847 dan Tirmidzi, no. 2814. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali mengatakan bahwa hadits ini hasan karena memiliki penguat dari hadits Abu Umamah Al-Haritsi.]
Faedah hadits:
- Bolehnya duduk ihtiba’ (sambil memeluk lutut). Hal ini dikecualikan bagi yang berada di masjid ketika menunggu shalat.
- Tidak boleh pula duduk ihtiba’ sambil menyilangkan jari saat menunggu shalat.
- Tawadhu’ atau rendah hatinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara duduknya hanya memeluk lutut.
- Orang beriman akan berbeda keadaannya dengan melihat cara duduk dan keadaannya yang lain.
Sumber:
Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Larangan Duduk Memeluk Lutut ketika Mendengar Khutbah Jumat
Hadits yang dimaksud adalah dari Sahl bin Mu’adz dari bapaknya (Mu’adz bin Anas Al-Juhaniy), ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari duduk dengan memeluk lutut pada saat imam sedang berkhutbah.” (HR. Tirmidzi, no. 514 dan Abu Daud, no. 1110. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.)
Imam Nawawi rahimahullah dalam Riyadhus Shalihin membawakan hadits di atas dengan menyatakan dalam judul bab, “Dimakruhkan memeluk lutut pada hari Jumat saat khatib berkhutbah karena dapat menyebabkan tertidur sehingga terluput dari mendengarkan khutbah dan khawatir pula seperti itu dapat membatalkan wudhu.”
Imam Nawawi membawakan perkataan Al-Khattabi yang menyatakan sebab dilarang duduk ihtiba’, “Duduk dengan memeluk lutut itu dilarang (saat mendengar khutbah Jumat) karena dapat menyebabkan tidur saat khutbah yang dapat membatalkan wudhu, juga jadi tidak mendengarkan khutbah.” (Al-Majmu’, 4:592).
Menurut Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, duduk ihtiba’ adalah duduk dengan mendekatkan paha pada perut dan betis didekatkan pada paha tadi, lalu diikat dengan tali, imamah atau cara lainnya. Lihat Syarh Riyadh Ash-Shlihin, 6:449.
Kesimpulannya ada dua keadaan yang tidak dibolehkan duduk sambil memeluk lutut: (1) sedang menunggu shalat, seperti keterangan dari Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam Bahjah An-Nazhirin, (2) ketika mendengar khutbah Jumat. Di luar dua keadaan itu asalnya boleh duduk sambil memeluk lutut.
Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
—
@ Perpus Rumaysho, 13 Muharram 1439 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com